Profil

REFLEKSI PENDIDIKAN KHD MELALUI MERDEKA BELAJAR

REFLEKSI PENDIDIKAN KHD  MELALUI MERDEKA BELAJAR 

Pendidikan merupakan pilar kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan bagian dari kebudayaan, merupakan bagian konstitutif dari kebudayaan, bukan sebaliknya. Kebudayaan secara esensial adalah nilai. Kebudayaan sebagai ciri khas manusia merupakan konsep yang dinamis, evolutif, dan organis.

Berhubung pendidikan membina manusia seutuhnya, sebagai satu entitas yang multidimensi – kecerdasan, keterampilan, karakter, dan nilai lain-lain – nilai itu pantang diabaikan dalam proses pendidikan sejak jenjang terendah hingga tertinggi.

Adalah tugas pendidikan untuk menempa manusia menjadi makhluk pembuat nilai dan pemberi makna pada nilai dan lalu berperilaku menurut term tersebut. Kita bukan lagi manusia bila tidak berbudaya, tidak menghayati nilai.

Jangan pernah lupa bahwa tujuan pendidikan adalah penguasaan pengetahuan bukan tentang fakta, tetapi tentang nilai, yang adalah tak lain daripada kebudayaan itu sendiri. Kita banyak sedikit sudah disiapkan menjadi manusia berkesanggupan seperti itu melalui pendidikan yang mencerahkan dari Willem Iskandar, Ki Hadjar Dewantara, dan Muhammad Syafei. Kita seharusnya mampu menjadi generasi penerusnya, yang meneruskan kegeniusan mereka ke generasi sesudah kita.

Pendidikan nasional adalah proses pembudayaan. Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Tamansiswa misalnya, menegaskan dirinya sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas. Misi Taman Siswa adalah melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia menuju pembangunan manusia merdeka lahir dan batin, berbudi luhur serta tinggi harkat martabat kemanusiaannya.

Taman Siswa menempatkan misi pendidikan sebagai pencerahan budaya dan mempertebal keindonesiaan. Kesadaran-kesadaran berdaulat, mandiri, berharkat-martabat, berkehidupan cerdas (tidak sekadar berotak cerdas), tangguh, digdaya, dan mandraguna, merupakan “tuntutan budaya” yang harus kita penuhi sebagai bangsa yang telah berani menyatakan kemerdekaannya.

Standarisasi pendidikan nasional adalah salah satu segi, dan membentuk mindset keindonesiaan sebagai bagian dari nation and character building, yang adalah segi lainnya, yang justru merupakan titik-tolak utama.

Among dan Tut Wuri Handayani

Menurut Tilaar, ada sejumlah butir yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara, bahwa kebudayaan merupakan asas atau dasar pendidikan. Kebudayaan harus bersifat kebangsaan, bukan hanya masyarakat Jawa, tetapi juga masyarakat Indonesia.

Pendidikan bukan hanya salah satu aspek kehidupan, tetapi seluruh kehidupan manusia. Arah pendidikan mengangkat derajat negara dan rakyat Indonesia. Dasar dan pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara bersifat visioner, sebab walaupun digagas sebelum Indonesia merdeka, pemikiran itu didasarkan juga atas Pembukaan UUD 1945, yaitu salah satu tujuan membentuk negara ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, menurut Tilaar, Ki Hadjar Dewantara adalah seorang futuris.

Bentuk efektif dan efisien adalah sistem pondok, bentuk pendidikan berasrama (Boarding School) yang sudah ada jauh sebelumnya di Indonesia, seperti pondok pesantren. Dalam asrama itu terjadi interaksi antara pamong (guru) dan murid (siswa) dalam sebuah pergaulan hidup bersama yang tidak hanya mengembangkan sisi intelektual-keterampilan, tetapi juga karakter budi pekerti.

Terjadilah proses penghayatan bersama tentang prinsip-prinsip kebudayaan. Batas-batas umur sesuai dengan kodrat anak perlu diperhatikan. Dalam Tamansiswa, pendidikan dan pelajaran merupakan upaya sengaja dan terpadu dalam rangka memerdekakan aspek lahiriah dan batiniah manusia. Pendidikan berpusat pada anak, dan anak diberi kesempatan seluas-luasnya sementara guru (pamong) adalah fasilitator yang menuntun proses pengembangan potensi anak didik agar terarah dan tidak merusak bagi dirinya.

Metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya Indonesia tidak memakai paksaan, memperlakukan peserta didik sebagai subjek pendidikan dan mengolah potensi anak didik (intelektualitas, emosionalitas, sosialitas, spiritualitas) secara integrasi. Peserta didik sebagai subjek yang diberi ruang seluas-luasnya melakukan eksplorasi potensinya dan berekspresi secara kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

Sesuai dengan citra dan kultur yang khas Indonesia, maka ada tiga dasar proses pendidikan, yakni pertama, Ing Ngarso Sung Tulodo (pendidik berada didepan memberi teladan), kedua, Ing Madyo Mangun Karso (pendidik selalu berada ditengah dan terus memprakarsai/memotivasi), dan ketiga, Tut Wuri Handayani (pendidik selalu mendukung dan mendorong peserta terus maju).

Dasar yang ketiga, Tut Wuri Handayani, diberi penegasan sebagai semboyan Taman Siswa. Sistem yang dipakai adalah momong, among, ngemong. Menurut Muchamad Tauchid, dalam metode momong, pengajaran berarti mendidik anak menjadi manusia merdeka hatinya, merdeka pikirannya, merdeka tenaganya. Among sebagai sistem praksis pendidikan perguruan Tamansiswa berarti pendidik memberi kebebasan agar anak bisa bergerak menurut kemauannya, sementara pamong akan bertindak kalau perlu dengan paksaan apalagi kemauan itu membahayakan diri anak.

Bidang pendidikan yang sifatnya tidak sekedar opini pelatihan sehingga manusia dikuasai kebiasaan berbeda dengan hasil praksis pendidikan, selain manusia memiliki kebiasaan juga mampu menguasai kebiasaannya. Berlakulah dalam kesempatan yang serempak, pendidikan itu linked (tersambung) sekaligus delinked ( terputus) dengan lingkungannya.

Hasil pendidikan tidak sekadar menghasilkan anak terampil, tetapi juga kemampuan membantunya peka terhadap lingkungan dan tuntutan zaman. Kemandirian dengan penekanan pada penguasaan keterampilan dan pengetahuan, juga mengandaikan syarat sekaligus hasil pembebasan, yang berujung pada kesadaran diri tentang kemerdekaan dan kemartabatan. Faktor waktu, situasi, dan latar belakang menentukan. Lingkungan menginspirasi, mengembangkan, memperkaya dan mempertegas cita-cita. Pengaruhnya tidak saja dalam hal cara, tetapi juga dampak.

Mendidik dan mengajar adalah upaya memerdekakan peserta didik dan menjamin bahwa hidup mereka luput dari ancaman yang berpotensi merenggut eksistensi diri secara personal maupun sosial, mengandung maksud pengakuan hak kebebasan tiap orang. Pendidikan mengantarkan manusia kedalam kondisi hidup yang manusia, harmonis dengan diri, sesama, dan lingkungannya.

Konsep ini berbeda dengan berbeda dengan sistem budaya liberal yang bersumber pada individualisme. Tamansiswa sejak lahirnya menjunjung tinggi kebebasan tiap orang, tetapi mengakui adanya pimpinan untuk ketertiban dan keselamatan bersama. Demokrasi tanpa kepemimpinan menimbulkan kekacauan dan tanpa kepemimpinan menimbulkan kekacauan dan anarki, bisa jadi membahayakan masyarakat.

Ki Hadjar Dewantara yang berangkat dari seseorang aktivis pejuang hak asasi manusia lebih jauhnya kemerdekaan Indonesia, awalnya berjuang lewat bidang politik. Bahkan, sebelumnya lewat bidang jurnalistik. Gagasan aliran-aliran baru pendidikan relatif lengkap. Lebih jauh juga, penghargaan itu berupa melestarikan gagasan-gagasan yang beliau pernah lakukan dan tinggalkan.

Pendidikan karakter yang belakangan ini jadi wacana publik terkait isu pendidikan, sementara praksis pendidikan Taman Siswa bisa jadi rujukan. Merupakan kelalaian besar kalau referensi justru impor dari luar. Pendek kata, praksis pendidikan yang pernah dirintis Ki Hadjar Dewantara mewujudkan impian banyak orang tentang proses mengembangkan kebebasan, kemandirian, dan kemartabatan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "REFLEKSI PENDIDIKAN KHD MELALUI MERDEKA BELAJAR "