Profil

TUGAS GURU PENGGERAK - KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1.A.9
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh :
Agus Supriatna, S.Pd, MSi
CGP 2 – SMAN 12 Garut Jawa Barat

PENDAHULUAN

Guru Penggerak merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Untuk mendukung tercapainya tujuan itu, Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut dituangkan ke dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak; praktik pembelajaran yang berpihak pada murid; dan pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Selanjutnya, ketiga paket modul tersebut diperinci menjadi 10 bagian. Program pendidikan ini dijalankan selama sembilan (9) bulan yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Proses pendidikan ini mengedepankan coaching dan on-the-job training, yang artinya selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kepala sekolah dan pengawas menjadi mitra seorang calon guru penggerak dalam mempersiapkan diri menjadi pemimpin.

Di dalam proses pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) diajak untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.

PEMBAHASAN

1.   Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Peran Pendidik Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mendidik adalah menuntun atau mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan mencapai tujuannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Peran guru yang diinginkan oleh beliau ialah seorang guru menjadi teladan bagi anak didiknya lalu dapat mengarahkan dan menuntun dengan benar tanpa adanya paksaan, dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Ki Hajar Dewantara tidak dapat terlepas dari perjalanan pendidikan di Indonesia.. Ki Hajar Dewantara juga merupakan pelopor sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau juga telah mendirikan perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi tinggi untuk terobosan untuk membangun pendidikan saat ini yang sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Ki Hajar Dewantara juga memiliki semboyan yang terkenal yang biasanya disebut sebagai Trilogi Pendidikan. Trilogi Pendidikan tersebut yaitu : Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Berikut merupakan implementasi dari Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk peran pendidik sebagai pemimpin pembelajaran :

1.         Ing Ngarsa Sun Tuladha

Menjadi seorang tenaga pendidik memang tidak mudah. Seorang tenaga pendidik harus memiliki kepribadian dan tingkah laku yang baik, karena seorang tenaga pendidik akan menjadi contoh tauladan yang baik untuk peserta didiknya. Menjadi tauladan yang baik merupakan hal yang sangat penting bagi seorang tenaga pendidik. Hal ini akan berpengaruh pada kepercayaan peserta didik kepada seorang pendidik tersebut. Tenaga pendidik diharapkan mampu menarik perhatian peserta didik agar mereka dapat menjadikan seorang pendidik sebagai tauladan yang baik bagi mereka. Semboyan ini jika diimplementasikan juga dapat memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik itu akan menjadi sosok panutan bagi peserta didik ataupun orang-orang disekitarnya yang membutuhkan didikan dari tenaga pendidik tersebut. Tenaga pendidik menjadi contoh panutan yang baik lewat tingkah laku dan perbuatan yang telah dilakukannya dalam proses pendidikan berlangsung. Sikap teladan dari seorang tenaga pendidik merupakan suatu hal yang paling utama dalam proses pendidikan. Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan.

2.         Ing Madya Mangun Karsa

Seorang tenaga pendidik tidak akan bisa berdiri sendiri dalam menjalankan proses pendidikan. Seorang pendidik harus bisa bekerjasama dengan peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan mempermudah tercapainya proses pendidikan. Seorang tenaga pendidik harus bisa menyatu dengan peserta didiknya, menyatu disini yaitu berbaur atau saling bertukar pendapat. Jadi dalam proses pembelajaran tidak hanya seorang pendidik saja yang bersikap aktif, tetapi peserta didiknya pun juga harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Darisinilah diharapkan seorang pendidik dapat menyatu dengan peserta didiknya, dan peserta didiknya pun juga dapat merasa nyaman dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan adanya kerjasama yang baik antara tenaga pendidik dengan peserta didik maka tujuan pendidikan akan dengan mudah dicapai. Semboyan ini memang memiliki arti ditengah membangunkan niat, jika tenaga pendidik lebih bisa bergabung dan bekerjasama dengan peserta didik maka diharapkan peserta didik juga dapat terbangun niatnya untuk lebih giat belajar agar tujuan pendidikan juga dapat tercapai.

3.         Tut Wuri Handayani

Dari adanya semboyan tersebut dapat diimplementasikan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan dorongan kepada peserta didiknya. Seorang tenaga pendidik harus bisa memberikan motivasi belajar kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat belajar dengan benar. Terkadang peserta didik memiliki kecenderungan malas dan bosan untuk belajar, dari masalah tersebut sudah menjadi tugas pendidik agar bisa mendorong peserta didik untuk lebih maju. Menjadi seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi motivator bagi peserta didiknya. Semboyan ini juga dapat mendorong seorang pendidik agar lebih maju dalam berlangsungnya proses pendidikan. Lebih maju disini memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi lebih kreatif dan selalu menemukan inovasi baru sebagai bahan untuk proses berlangsungnya pembelajaran. Jika seorang pendidik memiliki dorongan motivasi tinggi dan selalu kreatif maka peserta didiknya juga akan ikut memiliki kreatifitas tinggi dan motivasi belajar mereka juga akan terdorong lebih kuat. Seorang tenaga pendidik juga harus bisa menjadi penyemangat untuk peserta didiknya dalam proses pembelajaran berlangsung agar mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Jika peserta didik memiliki pemikiran yang lebih terbuka, dan tidak malu untuk menyampaikan pendapat maka minat belajar mereka juga akan meningkat dengan cepat. Hal inilah yang dimaksudkan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi motivator, penyemangat, dan juga pendorong minat belajar peserta didiknya

 

2. Nilai dan Peran Pendidik Terhadap Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan Sebagai Seorang Pemimpin Pembelajaran

   Mengelola pendidikan bukanlah persoalan mudah, dibutuhkan pemikiran dan analisis mendalam agar pendidikan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi sangat urgen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pemimpin pembelajaran dalam sebuah institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan mengkomunikasikan visi dan misi yang jelas dalam memajukan pendidikan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi semakin kompleks, karena pemimpin pembelajaran menjadi motor penggerak terjadinya proses perubahan dalam institusi pendidikan melalui keputusan-keputusan efektif yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip pengambilan keputusan yang tepat.

Kepemimpinan pembelajaran adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dari pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efesien dan efektif didalam pencapaian tujuantujuan pendidikan dan pengajaran. Guru adalah pemimpin bagi siswa dalam pembelajarannya, bagi kolega atau teman-teman seprofesinya, dan bagi dirinya sendiri. Guru adalah pemimpin ketika ia sedang melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Ia adalah pemegang kendali dan pengambil keputusan saat melaksanakan pemebalajaran. Setiap saat guru harus melakukan suatu tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam kelasnya. Bagi kolega atau teman seprofesinya, seorang guru juga merupakan pemimpin, tentu saja bukan pemimpin dalam arti formal. Seorang guru yang profesional akan mampu menjadi seorang yang berdiri di depan menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi guru yang berkualitas bagi guru-guru lainnya. Bagi dirinya sendiri, seorang guru juga adalah pemimpin. Apapun yang ia lakukan dalam menjalani profesinya sebagai guru tergantung bagaimana ia menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia harus dapat menentukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan demi menjadi guru yang baik dan profesional.

 

 3. Keterkaitan Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Kegiatan "Coaching"

Kita semua memahami jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka datang dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas pendidik adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi Anda dalam memimpin pembelajaran. Selain itu, pendidik juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itu, pendidik diharapkan memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka.

Salah satu keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Mengapa keterampilan coaching? Coaching diperlukan karena murid kita adalah sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari pendidik sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang kita tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan memberikan solusi dan nasehat. Dengan keterampilan coaching, harapannya anak didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang efektif dalam proses coaching, seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mengidentifikasi dilema yang dihadapi murid, dan melakukan pengujian terhadap keputusan yang akan diambil murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.

 

 

4. Peran Seorang Pendidik dalam Mengatasi Kasus Moral/Etika Melalui Pengambilan Keputusan yang Efektif untuk Terciptanya Lingkungan yang Positif

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang pendidik sering dihadapkan dalam situasi di mana merek diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut dengan “dilema etika”. Terkadang, setelah mengambil keputusan tersebut, seorang pendidik menjadi ragu-ragu dan menanyakan ke diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri mereka, atau timbul pemikiran mengganjal dalam diri mereka seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana panutan mereka akan berlaku dalam hal seperti ini?’ 

Langkah awal yang dilakukan seorang pendidik untuk memgatasi situasi dilema etika adalah menentukan paradigma yang muncul dari situasi dilema etika tersebut. Secara umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu :

a.    Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar.

b.    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.

c.    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.

d.    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.

Selain mempertimbangkan paradigma dari sebuah kasus/situasi, seorang pendidik perlu menentukan prinsip-prinsip yang mendasari pemikiran mereka dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Berikut adalah prinsip pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika, yaitu :

a.    Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.

b.    Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat.

c.    Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin mereka lakukan kepada Anda" Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan menjadi lebih peka dan bersimpati.

Langkah terakhir adalah melakukan pengujian dan pengambilan keputusan. Berikut adalah sembilan langkah pengujian dan pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika, yaitu :

1.    Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2.    Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3.    Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.    Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji panutan/idola.

5.    Pengujian paradigma benar lawan benar

6.    Melakukan prinsip resolusi

7.    Investigasi opsi trilema

8.    Buat keputusan

9.    Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Melalui langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif tersebut, maka seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mewujudkan wellbeing ekosistem Pendidikan, yaitu lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi peserta didik.

 

 

5.   Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Murid Merdeka

Merdeka belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. Sebab, memberi beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana matahari itu kepada teman-temannya.

Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid. Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam beberapa pemahaman yakni:

1.    pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan yang menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.

2.  pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai harkat dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik diskriminasi dan klasterisasi bagi peserta didik.

3.  pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang merestorasi kehidupan manusia, secara khusus dalam praktek kehidupan.

Dalam konsep merdeka belajar, guru diberi kebebasan untuk berpikir dalam menentukan langkah yang tepat dan strategis sehingga bisa menjawab semua tantangan dan permasalahan pendidikan yang dihadapi dalam wilayah pendidikan. Dalam konsep ini, guru harus bisa menentukan treatment yang tepat tanpa intervensi terlalu jauh dari pihak luar. Penerapan treatment tersebut tentunya harus memiliki dasar kuat dan bisa dipertanggung jawabkan. Guna sampai pada keberhasilan penerapan konsep merdeka belajar tersebut, guru dituntut agar dapat menerjemahkan konsep sehingga mampu merealisasikan dalam penerapan pembelajaran yang dilaksanakannya. Untuk sampai pada kenyataan tersebut guru harus memiliki keluasan wawasan dan kedalaman pengalaman sebagai modalnya, termasuk pengalaman dalam pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung unsur dilemma etika.

Akhirnya, konsep merdeka belajar harus dimaknai sebagai pemberian peluang bagi guru sehingga mereka berani mencoba, berekpresi, bereksperimen, menjawab tantangan, serta berani berkolaborasi untuk berkontribusi dalam melahirkan pendidikan lebih baik dan bermakna sehingga mampu mewujudkan masa depan peserta didik yang berkarakter Profil Pelajar Pancasila.


KESIMPULAN

Banyak harapan yang digantungkan bangsa ini kepada saya dan teman-teman guru di seluruh Indonesia, khususnya calon guru penggerak. Tugas kita sebagai pendidik sungguh sangat mulia. Karena di balik tugas mengajar, kita mempunyai misi kemanusiaan untuk menumbuhkan kodrat dan memuliakan anak bangsa. Guru adalah salah satu pilar untuk menumbuhkan sang anak menjadi sosok yang beriman dan berakhlak, bernalar kritis dalam menimbang suatu kebenaran, dan mampu berkreativitas menciptakan sebuah karya yang bermanfaat, menghargai kebhinekaan tanpa harus memandang identitas keagamaan atau etnis dan kelompok tertentu, tetapi berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Guru juga menjadi sosok yang berperan dalam menumbuhkan kemandirian sang anak, tanpa harus menghakimi, memerintah, dan mencampuri kemerdekaannya.

Guru yang merdeka sadar bahwa perannya sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus lebih dulu tergerak, kemudian mencoba terus bergerak, dan selanjutnya menggerakkan anak dan orang-orang di sekitarnya. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, hal pertama yang perlu dilakukan adalah “kenalilah siapa sebenarnya diri kita”, “bagaimana kita”, dan “pahamilah paradigma setiap situasi yang dihadapi”, maka itu akan mempermudah kita untuk menjadi pengambil keputusan yang baik sebagi pemimpin pembelajaran bagi siswa-siswa kita, terutama di dalam kelas pada pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Kemudian, pelajarilah bagaimana bertindak sebagai pemimpin yang efektif, dengan menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sehingga setiap keputusan dan kebijakan yang kita ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran menjadi bermanfaat bagi semua pihak.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TUGAS GURU PENGGERAK - KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3"