TUGAS GURU PENGGERAK - KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1.A.9
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN
PEMBELAJARAN
Oleh :CGP 2 – SMAN 12 Garut Jawa Barat
PENDAHULUAN
Guru Penggerak merupakan
episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru
Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia
masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif
dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan
pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen
transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.
Untuk mendukung
tercapainya tujuan itu, Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dijalankan
dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional
leadership) yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan
emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan
kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut
dituangkan ke dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak;
praktik pembelajaran yang berpihak pada murid; dan pemimpin pembelajaran dalam
pengembangan sekolah. Selanjutnya, ketiga paket modul tersebut diperinci
menjadi 10 bagian. Program pendidikan ini dijalankan selama sembilan (9) bulan
yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Proses
pendidikan ini mengedepankan coaching dan on-the-job
training, yang artinya selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di
sekolah sekaligus menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke
dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kepala sekolah dan pengawas
menjadi mitra seorang calon guru penggerak dalam mempersiapkan diri menjadi
pemimpin.
Di dalam proses
pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) diajak untuk merefleksikan praktik
pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan
sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu
diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu
dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing;
Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup
dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman
seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar
sepanjang hayat.
PEMBAHASAN
1. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Peran
Pendidik Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Menurut Ki Hadjar
Dewantara, pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mendidik adalah menuntun
atau mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan
mencapai tujuannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Peran
guru yang diinginkan oleh beliau ialah seorang guru menjadi teladan bagi anak
didiknya lalu dapat mengarahkan dan menuntun dengan benar tanpa adanya paksaan,
dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Ki Hajar Dewantara
tidak dapat terlepas dari perjalanan pendidikan di Indonesia.. Ki Hajar
Dewantara juga merupakan pelopor sistem pendidikan yang ada di Indonesia.
Beliau juga telah mendirikan perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan
terhadap penjajahan Belanda. Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi
tinggi untuk terobosan untuk membangun pendidikan saat ini yang sedang dalam
keadaan yang tidak baik-baik saja. Ki Hajar Dewantara juga memiliki semboyan
yang terkenal yang biasanya disebut sebagai Trilogi Pendidikan. Trilogi
Pendidikan tersebut yaitu : Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan),
Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut
Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Berikut merupakan implementasi
dari Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk peran pendidik sebagai
pemimpin pembelajaran :
1. Ing Ngarsa Sun Tuladha
Menjadi seorang tenaga
pendidik memang tidak mudah. Seorang tenaga pendidik harus memiliki kepribadian
dan tingkah laku yang baik, karena seorang tenaga pendidik akan menjadi contoh
tauladan yang baik untuk peserta didiknya. Menjadi tauladan yang baik merupakan
hal yang sangat penting bagi seorang tenaga pendidik. Hal ini akan berpengaruh
pada kepercayaan peserta didik kepada seorang pendidik tersebut. Tenaga
pendidik diharapkan mampu menarik perhatian peserta didik agar mereka dapat
menjadikan seorang pendidik sebagai tauladan yang baik bagi mereka. Semboyan
ini jika diimplementasikan juga dapat memiliki arti bahwa seorang tenaga
pendidik itu akan menjadi sosok panutan bagi peserta didik ataupun orang-orang
disekitarnya yang membutuhkan didikan dari tenaga pendidik tersebut. Tenaga
pendidik menjadi contoh panutan yang baik lewat tingkah laku dan perbuatan yang
telah dilakukannya dalam proses pendidikan berlangsung. Sikap teladan dari
seorang tenaga pendidik merupakan suatu hal yang paling utama dalam proses pendidikan.
Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut harus dapat
dipertanggung jawabkan.
2. Ing Madya Mangun Karsa
Seorang tenaga
pendidik tidak akan bisa berdiri sendiri dalam menjalankan proses pendidikan.
Seorang pendidik harus bisa bekerjasama dengan peserta didiknya untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan mempermudah tercapainya
proses pendidikan. Seorang tenaga pendidik harus bisa menyatu dengan peserta
didiknya, menyatu disini yaitu berbaur atau saling bertukar pendapat. Jadi
dalam proses pembelajaran tidak hanya seorang pendidik saja yang bersikap
aktif, tetapi peserta didiknya pun juga harus diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya. Darisinilah diharapkan seorang pendidik dapat menyatu
dengan peserta didiknya, dan peserta didiknya pun juga dapat merasa nyaman
dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan adanya kerjasama yang baik
antara tenaga pendidik dengan peserta didik maka tujuan pendidikan akan dengan
mudah dicapai. Semboyan ini memang memiliki arti ditengah membangunkan niat,
jika tenaga pendidik lebih bisa bergabung dan bekerjasama dengan peserta didik
maka diharapkan peserta didik juga dapat terbangun niatnya untuk lebih giat
belajar agar tujuan pendidikan juga dapat tercapai.
3. Tut Wuri Handayani
Dari adanya semboyan
tersebut dapat diimplementasikan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa
memberikan dorongan kepada peserta didiknya. Seorang tenaga pendidik harus bisa
memberikan motivasi belajar kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat
belajar dengan benar. Terkadang peserta didik memiliki kecenderungan malas dan
bosan untuk belajar, dari masalah tersebut sudah menjadi tugas pendidik agar
bisa mendorong peserta didik untuk lebih maju. Menjadi seorang tenaga pendidik
harus bisa menjadi motivator bagi peserta didiknya. Semboyan ini juga dapat
mendorong seorang pendidik agar lebih maju dalam berlangsungnya proses
pendidikan. Lebih maju disini memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik harus
bisa menjadi lebih kreatif dan selalu menemukan inovasi baru sebagai bahan
untuk proses berlangsungnya pembelajaran. Jika seorang pendidik memiliki
dorongan motivasi tinggi dan selalu kreatif maka peserta didiknya juga akan
ikut memiliki kreatifitas tinggi dan motivasi belajar mereka juga akan
terdorong lebih kuat. Seorang tenaga pendidik juga harus bisa menjadi
penyemangat untuk peserta didiknya dalam proses pembelajaran berlangsung agar
mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Jika peserta didik memiliki
pemikiran yang lebih terbuka, dan tidak malu untuk menyampaikan pendapat maka
minat belajar mereka juga akan meningkat dengan cepat. Hal inilah yang
dimaksudkan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi motivator,
penyemangat, dan juga pendorong minat belajar peserta didiknya
2. Nilai dan Peran Pendidik Terhadap Prinsip-prinsip
Pengambilan Keputusan Sebagai Seorang Pemimpin Pembelajaran
Mengelola
pendidikan bukanlah persoalan mudah, dibutuhkan pemikiran dan analisis mendalam
agar pendidikan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi sangat urgen untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pemimpin pembelajaran dalam sebuah
institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan mengkomunikasikan visi dan
misi yang jelas dalam memajukan pendidikan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi
semakin kompleks, karena pemimpin pembelajaran menjadi motor penggerak
terjadinya proses perubahan dalam institusi pendidikan melalui
keputusan-keputusan efektif yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip
pengambilan keputusan yang tepat.
Kepemimpinan
pembelajaran adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan
menggerakkan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu
pendidikan dari pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya
kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efesien dan efektif didalam
pencapaian tujuantujuan pendidikan dan pengajaran. Guru adalah pemimpin bagi siswa dalam pembelajarannya, bagi kolega atau
teman-teman seprofesinya, dan bagi dirinya sendiri. Guru adalah pemimpin ketika
ia sedang melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Ia adalah pemegang kendali dan
pengambil keputusan saat melaksanakan pemebalajaran. Setiap saat guru harus
melakukan suatu tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam kelasnya. Bagi
kolega atau teman seprofesinya, seorang guru juga merupakan pemimpin, tentu
saja bukan pemimpin dalam arti formal. Seorang guru yang profesional akan mampu
menjadi seorang yang berdiri di depan menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi
guru yang berkualitas bagi guru-guru lainnya. Bagi dirinya sendiri, seorang
guru juga adalah pemimpin. Apapun yang ia lakukan dalam menjalani profesinya
sebagai guru tergantung bagaimana ia menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia
harus dapat menentukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan demi menjadi
guru yang baik dan profesional.
3. Keterkaitan Peran Pendidik dalam Pengambilan
Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Kegiatan "Coaching"
Kita semua memahami
jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka datang dengan berbagai latar
belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas pendidik adalah menjadikan latar
belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi Anda dalam memimpin pembelajaran.
Selain itu, pendidik juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan
potensi mereka. Oleh karena itu, pendidik diharapkan memiliki keterampilan yang
dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi
mereka.
Salah satu
keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Mengapa keterampilan
coaching? Coaching diperlukan karena murid kita adalah sosok merdeka. Sosok
yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan
potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari pendidik
sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini
bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang kita
tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan
memberikan solusi dan nasehat. Dengan keterampilan coaching, harapannya anak
didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.
Masih terkait dengan
kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja
otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan
metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga
membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid
dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Mengingat pentingnya proses
coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya
memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya
dengan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang efektif dalam proses
coaching, seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu
mengidentifikasi dilema yang dihadapi murid, dan melakukan pengujian terhadap
keputusan yang akan diambil murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang
diberikan. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah
pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan
dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.
4. Peran Seorang Pendidik dalam Mengatasi Kasus Moral/Etika
Melalui Pengambilan Keputusan yang Efektif untuk Terciptanya Lingkungan yang
Positif
Sebagai seorang
pemimpin pembelajaran, seorang pendidik sering dihadapkan dalam situasi di mana
merek diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, sering keputusan tersebut
melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi
saling bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut dengan “dilema etika”.
Terkadang, setelah mengambil keputusan tersebut, seorang pendidik menjadi
ragu-ragu dan menanyakan ke diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah
tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri mereka, atau timbul pemikiran
mengganjal dalam diri mereka seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana
panutan mereka akan berlaku dalam hal seperti ini?’
Langkah awal yang
dilakukan seorang pendidik untuk memgatasi situasi dilema etika adalah
menentukan paradigma yang muncul dari situasi dilema etika tersebut. Secara
umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu :
a. Individu lawan masyarakat (individual vs
community)
Dalam paradigma ini
ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok
yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik
antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil
melawan kelompok besar.
b. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice
vs mercy)
Dalam paradigma ini
ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan
sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang
sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan
hati dan kasih sayang, di sisi lain.
c. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan
kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema
etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku
setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan
informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi,
kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
d. Jangka pendek lawan jangka panjang (short
term vs long term)
Paradigma ini paling
sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang
kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan
datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan
sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia
secara global, misalnya lingkungan hidup dll.
Selain
mempertimbangkan paradigma dari sebuah kasus/situasi, seorang pendidik perlu
menentukan prinsip-prinsip yang mendasari pemikiran mereka dalam mengambil
suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Berikut adalah prinsip
pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika, yaitu :
a. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based
Thinking) ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.
b. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based
Thinking) menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat.
c. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking) prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin
mereka lakukan kepada Anda" Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan
menjadi lebih peka dan bersimpati.
Langkah terakhir adalah melakukan pengujian
dan pengambilan keputusan. Berikut adalah sembilan langkah pengujian dan
pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika, yaitu :
1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling
bertentangan dalam situasi ini.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi
ini.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan
situasi ini.
4. Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji
legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji panutan/idola.
5. Pengujian paradigma benar lawan benar
6. Melakukan prinsip resolusi
7. Investigasi opsi trilema
8. Buat keputusan
9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan
Melalui
langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif tersebut, maka seorang
pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mewujudkan wellbeing ekosistem
Pendidikan, yaitu lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan
nyaman bagi peserta didik.
5. Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan
sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Murid Merdeka
Merdeka belajar
bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar
sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan
tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat
alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu
bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing
mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. Sebab, memberi
beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara
akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya
seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana
matahari itu kepada teman-temannya.
Merdeka belajar adalah
kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di
guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid.
Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam beberapa
pemahaman yakni:
1. pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan yang
menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.
2. pendidikan
yang memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai
harkat dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik
diskriminasi dan klasterisasi bagi peserta didik.
3. pendidikan
yang memerdekakan ialah pendidikan yang merestorasi kehidupan manusia, secara
khusus dalam praktek kehidupan.
Dalam konsep merdeka
belajar, guru diberi kebebasan untuk berpikir dalam menentukan langkah yang
tepat dan strategis sehingga bisa menjawab semua tantangan dan permasalahan
pendidikan yang dihadapi dalam wilayah pendidikan. Dalam konsep ini, guru harus
bisa menentukan treatment yang tepat tanpa
intervensi terlalu jauh dari pihak luar. Penerapan treatment tersebut tentunya harus memiliki dasar
kuat dan bisa dipertanggung jawabkan. Guna sampai pada keberhasilan penerapan
konsep merdeka belajar tersebut, guru dituntut agar dapat menerjemahkan konsep
sehingga mampu merealisasikan dalam penerapan pembelajaran yang
dilaksanakannya. Untuk sampai pada kenyataan tersebut guru harus memiliki
keluasan wawasan dan kedalaman pengalaman sebagai modalnya, termasuk pengalaman
dalam pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung unsur dilemma etika.
Akhirnya, konsep
merdeka belajar harus dimaknai sebagai pemberian peluang bagi guru sehingga
mereka berani mencoba, berekpresi, bereksperimen, menjawab tantangan, serta
berani berkolaborasi untuk berkontribusi dalam melahirkan pendidikan lebih baik
dan bermakna sehingga mampu mewujudkan masa depan peserta didik yang
berkarakter Profil Pelajar Pancasila.
KESIMPULAN
Banyak harapan yang digantungkan bangsa ini kepada saya dan
teman-teman guru di seluruh Indonesia, khususnya calon guru penggerak. Tugas
kita sebagai pendidik sungguh sangat mulia. Karena di balik tugas mengajar,
kita mempunyai misi kemanusiaan untuk menumbuhkan kodrat dan memuliakan anak
bangsa. Guru adalah salah satu pilar untuk menumbuhkan sang anak menjadi sosok
yang beriman dan berakhlak, bernalar kritis dalam menimbang suatu kebenaran,
dan mampu berkreativitas menciptakan sebuah karya yang bermanfaat, menghargai
kebhinekaan tanpa harus memandang identitas keagamaan atau etnis dan
kelompok tertentu, tetapi berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Guru juga
menjadi sosok yang berperan dalam menumbuhkan kemandirian sang anak, tanpa
harus menghakimi, memerintah, dan mencampuri kemerdekaannya.
Guru yang merdeka sadar bahwa perannya sebagai seorang
pemimpin pembelajaran harus lebih dulu tergerak, kemudian mencoba terus
bergerak, dan selanjutnya menggerakkan anak dan orang-orang di sekitarnya.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, hal pertama yang perlu dilakukan adalah
“kenalilah
siapa sebenarnya diri kita”, “bagaimana kita”, dan “pahamilah paradigma setiap
situasi yang dihadapi”, maka itu akan mempermudah kita untuk menjadi pengambil
keputusan yang baik sebagi pemimpin pembelajaran bagi siswa-siswa kita,
terutama di dalam kelas pada pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Kemudian,
pelajarilah bagaimana bertindak sebagai pemimpin yang efektif, dengan
menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sehingga setiap
keputusan dan kebijakan yang kita ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran
menjadi bermanfaat bagi semua pihak.
PENDAHULUAN
Guru Penggerak merupakan
episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru
Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia
masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif
dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan
pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen
transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.
Untuk mendukung
tercapainya tujuan itu, Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dijalankan
dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional
leadership) yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan
emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan
kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut
dituangkan ke dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak;
praktik pembelajaran yang berpihak pada murid; dan pemimpin pembelajaran dalam
pengembangan sekolah. Selanjutnya, ketiga paket modul tersebut diperinci
menjadi 10 bagian. Program pendidikan ini dijalankan selama sembilan (9) bulan
yang terdiri dari kelas pelatihan daring, lokakarya, dan pendampingan. Proses
pendidikan ini mengedepankan coaching dan on-the-job
training, yang artinya selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di
sekolah sekaligus menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke
dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kepala sekolah dan pengawas
menjadi mitra seorang calon guru penggerak dalam mempersiapkan diri menjadi
pemimpin.
Di dalam proses
pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) diajak untuk merefleksikan praktik
pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan
sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu
diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu
dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing;
Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup
dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman
seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar
sepanjang hayat.
PEMBAHASAN
1. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Peran
Pendidik Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Menurut Ki Hadjar
Dewantara, pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Mendidik adalah menuntun
atau mengarahkan peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan
mencapai tujuannya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Peran
guru yang diinginkan oleh beliau ialah seorang guru menjadi teladan bagi anak
didiknya lalu dapat mengarahkan dan menuntun dengan benar tanpa adanya paksaan,
dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Ki Hajar Dewantara
tidak dapat terlepas dari perjalanan pendidikan di Indonesia.. Ki Hajar
Dewantara juga merupakan pelopor sistem pendidikan yang ada di Indonesia.
Beliau juga telah mendirikan perguruan Taman Siswa sebagai bentuk perlawanan
terhadap penjajahan Belanda. Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi
tinggi untuk terobosan untuk membangun pendidikan saat ini yang sedang dalam
keadaan yang tidak baik-baik saja. Ki Hajar Dewantara juga memiliki semboyan
yang terkenal yang biasanya disebut sebagai Trilogi Pendidikan. Trilogi
Pendidikan tersebut yaitu : Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan),
Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Tut
Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Berikut merupakan implementasi
dari Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara untuk peran pendidik sebagai
pemimpin pembelajaran :
1. Ing Ngarsa Sun Tuladha
Menjadi seorang tenaga
pendidik memang tidak mudah. Seorang tenaga pendidik harus memiliki kepribadian
dan tingkah laku yang baik, karena seorang tenaga pendidik akan menjadi contoh
tauladan yang baik untuk peserta didiknya. Menjadi tauladan yang baik merupakan
hal yang sangat penting bagi seorang tenaga pendidik. Hal ini akan berpengaruh
pada kepercayaan peserta didik kepada seorang pendidik tersebut. Tenaga
pendidik diharapkan mampu menarik perhatian peserta didik agar mereka dapat
menjadikan seorang pendidik sebagai tauladan yang baik bagi mereka. Semboyan
ini jika diimplementasikan juga dapat memiliki arti bahwa seorang tenaga
pendidik itu akan menjadi sosok panutan bagi peserta didik ataupun orang-orang
disekitarnya yang membutuhkan didikan dari tenaga pendidik tersebut. Tenaga
pendidik menjadi contoh panutan yang baik lewat tingkah laku dan perbuatan yang
telah dilakukannya dalam proses pendidikan berlangsung. Sikap teladan dari
seorang tenaga pendidik merupakan suatu hal yang paling utama dalam proses pendidikan.
Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut harus dapat
dipertanggung jawabkan.
2. Ing Madya Mangun Karsa
Seorang tenaga
pendidik tidak akan bisa berdiri sendiri dalam menjalankan proses pendidikan.
Seorang pendidik harus bisa bekerjasama dengan peserta didiknya untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan mempermudah tercapainya
proses pendidikan. Seorang tenaga pendidik harus bisa menyatu dengan peserta
didiknya, menyatu disini yaitu berbaur atau saling bertukar pendapat. Jadi
dalam proses pembelajaran tidak hanya seorang pendidik saja yang bersikap
aktif, tetapi peserta didiknya pun juga harus diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya. Darisinilah diharapkan seorang pendidik dapat menyatu
dengan peserta didiknya, dan peserta didiknya pun juga dapat merasa nyaman
dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan adanya kerjasama yang baik
antara tenaga pendidik dengan peserta didik maka tujuan pendidikan akan dengan
mudah dicapai. Semboyan ini memang memiliki arti ditengah membangunkan niat,
jika tenaga pendidik lebih bisa bergabung dan bekerjasama dengan peserta didik
maka diharapkan peserta didik juga dapat terbangun niatnya untuk lebih giat
belajar agar tujuan pendidikan juga dapat tercapai.
3. Tut Wuri Handayani
Dari adanya semboyan
tersebut dapat diimplementasikan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa
memberikan dorongan kepada peserta didiknya. Seorang tenaga pendidik harus bisa
memberikan motivasi belajar kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat
belajar dengan benar. Terkadang peserta didik memiliki kecenderungan malas dan
bosan untuk belajar, dari masalah tersebut sudah menjadi tugas pendidik agar
bisa mendorong peserta didik untuk lebih maju. Menjadi seorang tenaga pendidik
harus bisa menjadi motivator bagi peserta didiknya. Semboyan ini juga dapat
mendorong seorang pendidik agar lebih maju dalam berlangsungnya proses
pendidikan. Lebih maju disini memiliki arti bahwa seorang tenaga pendidik harus
bisa menjadi lebih kreatif dan selalu menemukan inovasi baru sebagai bahan
untuk proses berlangsungnya pembelajaran. Jika seorang pendidik memiliki
dorongan motivasi tinggi dan selalu kreatif maka peserta didiknya juga akan
ikut memiliki kreatifitas tinggi dan motivasi belajar mereka juga akan
terdorong lebih kuat. Seorang tenaga pendidik juga harus bisa menjadi
penyemangat untuk peserta didiknya dalam proses pembelajaran berlangsung agar
mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Jika peserta didik memiliki
pemikiran yang lebih terbuka, dan tidak malu untuk menyampaikan pendapat maka
minat belajar mereka juga akan meningkat dengan cepat. Hal inilah yang
dimaksudkan bahwa seorang tenaga pendidik harus bisa menjadi motivator,
penyemangat, dan juga pendorong minat belajar peserta didiknya
2. Nilai dan Peran Pendidik Terhadap Prinsip-prinsip
Pengambilan Keputusan Sebagai Seorang Pemimpin Pembelajaran
Mengelola
pendidikan bukanlah persoalan mudah, dibutuhkan pemikiran dan analisis mendalam
agar pendidikan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi sangat urgen untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pemimpin pembelajaran dalam sebuah
institusi pendidikan dituntut dapat merumuskan dan mengkomunikasikan visi dan
misi yang jelas dalam memajukan pendidikan. Peran pemimpin pembelajaran menjadi
semakin kompleks, karena pemimpin pembelajaran menjadi motor penggerak
terjadinya proses perubahan dalam institusi pendidikan melalui
keputusan-keputusan efektif yang diambil berdasarkan paradigma dan prinsip
pengambilan keputusan yang tepat.
Kepemimpinan
pembelajaran adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan
menggerakkan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu
pendidikan dari pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya
kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efesien dan efektif didalam
pencapaian tujuantujuan pendidikan dan pengajaran. Guru adalah pemimpin bagi siswa dalam pembelajarannya, bagi kolega atau
teman-teman seprofesinya, dan bagi dirinya sendiri. Guru adalah pemimpin ketika
ia sedang melaksanakan pembelajaran di kelasnya. Ia adalah pemegang kendali dan
pengambil keputusan saat melaksanakan pemebalajaran. Setiap saat guru harus
melakukan suatu tindakan sebagaimana seorang pemimpin di dalam kelasnya. Bagi
kolega atau teman seprofesinya, seorang guru juga merupakan pemimpin, tentu
saja bukan pemimpin dalam arti formal. Seorang guru yang profesional akan mampu
menjadi seorang yang berdiri di depan menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi
guru yang berkualitas bagi guru-guru lainnya. Bagi dirinya sendiri, seorang
guru juga adalah pemimpin. Apapun yang ia lakukan dalam menjalani profesinya
sebagai guru tergantung bagaimana ia menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia
harus dapat menentukan dan memutuskan apa yang harus ia lakukan demi menjadi
guru yang baik dan profesional.
3. Keterkaitan Peran Pendidik dalam Pengambilan
Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Kegiatan "Coaching"
Kita semua memahami
jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka datang dengan berbagai latar
belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas pendidik adalah menjadikan latar
belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi Anda dalam memimpin pembelajaran.
Selain itu, pendidik juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan
potensi mereka. Oleh karena itu, pendidik diharapkan memiliki keterampilan yang
dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi
mereka.
Salah satu
keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Mengapa keterampilan
coaching? Coaching diperlukan karena murid kita adalah sosok merdeka. Sosok
yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan
potensinya sendiri. Mereka hanya memerlukan dorongan dan arahan dari pendidik
sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensi mereka. Tentunya ini
bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin pembelajaran terkadang kita
tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara langsung dengan
memberikan solusi dan nasehat. Dengan keterampilan coaching, harapannya anak
didik kita menjadi lebih terarah dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.
Masih terkait dengan
kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja
otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan
metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga
membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid
dapat menemukan potensi dan mengembangkannya. Mengingat pentingnya proses
coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya
memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya
dengan keterampilan berkomunikasi. Melalui komunikasi yang efektif dalam proses
coaching, seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu
mengidentifikasi dilema yang dihadapi murid, dan melakukan pengujian terhadap
keputusan yang akan diambil murid melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang
diberikan. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah
pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan
dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.
4. Peran Seorang Pendidik dalam Mengatasi Kasus Moral/Etika
Melalui Pengambilan Keputusan yang Efektif untuk Terciptanya Lingkungan yang
Positif
Sebagai seorang
pemimpin pembelajaran, seorang pendidik sering dihadapkan dalam situasi di mana
merek diharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, sering keputusan tersebut
melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi
saling bertentangan satu dengan yang lain, yang disebut dengan “dilema etika”.
Terkadang, setelah mengambil keputusan tersebut, seorang pendidik menjadi
ragu-ragu dan menanyakan ke diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah
tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri mereka, atau timbul pemikiran
mengganjal dalam diri mereka seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana
panutan mereka akan berlaku dalam hal seperti ini?’
Langkah awal yang
dilakukan seorang pendidik untuk memgatasi situasi dilema etika adalah
menentukan paradigma yang muncul dari situasi dilema etika tersebut. Secara
umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu :
a. Individu lawan masyarakat (individual vs
community)
Dalam paradigma ini
ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok
yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik
antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil
melawan kelompok besar.
b. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice
vs mercy)
Dalam paradigma ini
ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan
sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang
sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan
hati dan kasih sayang, di sisi lain.
c. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan
kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema
etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku
setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan
informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi,
kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
d. Jangka pendek lawan jangka panjang (short
term vs long term)
Paradigma ini paling
sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang
kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan
datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan
sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia
secara global, misalnya lingkungan hidup dll.
Selain
mempertimbangkan paradigma dari sebuah kasus/situasi, seorang pendidik perlu
menentukan prinsip-prinsip yang mendasari pemikiran mereka dalam mengambil
suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Berikut adalah prinsip
pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika, yaitu :
a. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based
Thinking) ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan.
b. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based
Thinking) menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat.
c. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking) prinsipnya “Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda ingin
mereka lakukan kepada Anda" Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan
menjadi lebih peka dan bersimpati.
Langkah terakhir adalah melakukan pengujian
dan pengambilan keputusan. Berikut adalah sembilan langkah pengujian dan
pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika, yaitu :
1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling
bertentangan dalam situasi ini.
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi
ini.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan
situasi ini.
4. Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji
legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji panutan/idola.
5. Pengujian paradigma benar lawan benar
6. Melakukan prinsip resolusi
7. Investigasi opsi trilema
8. Buat keputusan
9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan
Melalui
langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif tersebut, maka seorang
pendidik sebagai pemimpin pembelajaran akan mampu mewujudkan wellbeing ekosistem
Pendidikan, yaitu lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan
nyaman bagi peserta didik.
5. Peran Pendidik dalam Pengambilan Keputusan
sebagai Pemimpin Pembelajaran Terhadap Murid Merdeka
Merdeka belajar
bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar
sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan
tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat
alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu
bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka,sehingga masing-masing
mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya. Sebab, memberi
beban kepada pelajar di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela secara
akal sehat dan tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya
seperti murid yang buta lalu guru memimtanya menceritakan apa dan bagaimana
matahari itu kepada teman-temannya.
Merdeka belajar adalah
kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di
guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid.
Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam beberapa
pemahaman yakni:
1. pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan yang
menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.
2. pendidikan
yang memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai
harkat dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik
diskriminasi dan klasterisasi bagi peserta didik.
3. pendidikan
yang memerdekakan ialah pendidikan yang merestorasi kehidupan manusia, secara
khusus dalam praktek kehidupan.
Dalam konsep merdeka
belajar, guru diberi kebebasan untuk berpikir dalam menentukan langkah yang
tepat dan strategis sehingga bisa menjawab semua tantangan dan permasalahan
pendidikan yang dihadapi dalam wilayah pendidikan. Dalam konsep ini, guru harus
bisa menentukan treatment yang tepat tanpa
intervensi terlalu jauh dari pihak luar. Penerapan treatment tersebut tentunya harus memiliki dasar
kuat dan bisa dipertanggung jawabkan. Guna sampai pada keberhasilan penerapan
konsep merdeka belajar tersebut, guru dituntut agar dapat menerjemahkan konsep
sehingga mampu merealisasikan dalam penerapan pembelajaran yang
dilaksanakannya. Untuk sampai pada kenyataan tersebut guru harus memiliki
keluasan wawasan dan kedalaman pengalaman sebagai modalnya, termasuk pengalaman
dalam pengambilan keputusan dalam situasi yang mengandung unsur dilemma etika.
Akhirnya, konsep merdeka belajar harus dimaknai sebagai pemberian peluang bagi guru sehingga mereka berani mencoba, berekpresi, bereksperimen, menjawab tantangan, serta berani berkolaborasi untuk berkontribusi dalam melahirkan pendidikan lebih baik dan bermakna sehingga mampu mewujudkan masa depan peserta didik yang berkarakter Profil Pelajar Pancasila.
KESIMPULAN
Banyak harapan yang digantungkan bangsa ini kepada saya dan
teman-teman guru di seluruh Indonesia, khususnya calon guru penggerak. Tugas
kita sebagai pendidik sungguh sangat mulia. Karena di balik tugas mengajar,
kita mempunyai misi kemanusiaan untuk menumbuhkan kodrat dan memuliakan anak
bangsa. Guru adalah salah satu pilar untuk menumbuhkan sang anak menjadi sosok
yang beriman dan berakhlak, bernalar kritis dalam menimbang suatu kebenaran,
dan mampu berkreativitas menciptakan sebuah karya yang bermanfaat, menghargai
kebhinekaan tanpa harus memandang identitas keagamaan atau etnis dan
kelompok tertentu, tetapi berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Guru juga
menjadi sosok yang berperan dalam menumbuhkan kemandirian sang anak, tanpa
harus menghakimi, memerintah, dan mencampuri kemerdekaannya.
Guru yang merdeka sadar bahwa perannya sebagai seorang
pemimpin pembelajaran harus lebih dulu tergerak, kemudian mencoba terus
bergerak, dan selanjutnya menggerakkan anak dan orang-orang di sekitarnya.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, hal pertama yang perlu dilakukan adalah
“kenalilah
siapa sebenarnya diri kita”, “bagaimana kita”, dan “pahamilah paradigma setiap
situasi yang dihadapi”, maka itu akan mempermudah kita untuk menjadi pengambil
keputusan yang baik sebagi pemimpin pembelajaran bagi siswa-siswa kita,
terutama di dalam kelas pada pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Kemudian,
pelajarilah bagaimana bertindak sebagai pemimpin yang efektif, dengan
menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sehingga setiap
keputusan dan kebijakan yang kita ambil sebagai seorang pemimpin pembelajaran
menjadi bermanfaat bagi semua pihak.
0 Response to "TUGAS GURU PENGGERAK - KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3"
Posting Komentar